DALAM merayakan kelahi-ran Nabi yang suci Muham-mad saw — yang merupakan suatu momen yang berseja-rah dalam peradaban umat manusia — para fuqaha Ah-lus Sunnah mengkategori-kan tradisi perayaan Maulid ini sebagai bid’ah hasanah (good inovation). Pada tahun 1991, sebuah fatwa disampaikan oleh Syaikh Muham-mad al-Khazraji, seorang mufti besar kerajaan Unit Emirat Arab dan pengarang otoritatif dalam khazanah perpustakaan buku-buku Islam. Ia menjelaskan bahwa meskipun Maulid dengan berbagai modifikasinya hari ini tidak dikenal pada masa-masa permulaan Islam namun nilai keagungannya dalam menanamkan kecin-taan kepada Nabi sangat signifikan dan dalam kenyata-annya tidak berkebalikan dengan prinsip yang ada dalam al-Quran dan as-Sunnah. Hal ini secara jelas menegaskan bahwa perayaan maulid Ra-sulullah saw adalah hal yang sangat dian-jurkan (mustahab) sebagai media untuk menumbuhkan kecintaan kepada Bagin-da Nabi Muhammad saw.
Meskipun begitu, kita dapat jumpai beberapa mazhab yang menen-tang adanya perayaan semacam itu. Salah satu mazhab yang menentang diadakan-nya perayaan maulid itu adalah kaum Kharaji di Oman. Namun para fuqaha besar seperti Ibnu Hajar, al-Suyuti, al-Na-wawi, al-Syaukani dan ulama-ulama orto-doks lainnya dalam karya-karya tulisan mereka menegaskan dukungannya terha-dap perlunya perayaan maulid Nabi saw. Kaum ulama terdepan mazhab Sunni (ka-um salafi) turunan mazhab Hambali se-nantiasa berada pada front terdepan da-lam mempromosikan perayaan-perayaan Islam diberbagai tempat. Sebagai contoh, Ibnu Taimiyah, seorang ulama Syiria abad pertengahan, menulis:
Merayakan dan memberi rasa hor-mat kepada kelahiran Rasulullah saw dan memandangnya sebagai saat-saat yang bersejarah sebagai mana yang dilakukan saudara Muslim kita adalah suatu perbuatan po-sitif. Di dalam perbuatan itu terkan-dung ganjaran yang besar dari sisi Allah karena dengan niat tulus dan ikhlas mereka meng-hormati Baginda Nabi Muhammad saw (Fatwa, vol. 23, hlm.163).
Murid kesayangan-nya, Ibnu al-Qayyim pun berkomentar serupa:
Mendengarkan senan-dung kidung indah pada perayaan kelahi-ran Nabi atau merayakan setiap momen sakral dalam sejarah Islam akan memberi-kan ketentraman dan akan dicucuri rahmat oleh sinar kasih Rasulullah saw (Madarij al-Salikin, hlm. 498).
Dalam tradisi kaum salaf, para salaf al-shalih ini telah menghasilkan karya-karya apresiatif terhadap perayaan Maulid yang secara khusus dibacakan di de-pan umat pada setiap hari pelaksanaan perayaan itu. Salah satu di antaranya adalah karya Ibnu Katsir berju-dul Maulid yang barangkali terbaik diantara karya-karya kaum salaf itu. Karya Ibnu Katsir itu masyhur dikenal di kalangan kaum Muslimin di seluruh dunia. Mufassir besar ini memulai Maulidnya dengan mengatakan:
Malam kelahiran Nabi agung itu adalah suatu malam yang penuh berkah, penuh kesakralan, kemuliaan, keagungan. Dan malam itu juga merupakan malam yang penuh anugrah, kesucian, penuh pancaran sinar cahaya dan malam yang tak ternilai harganya bagi para pengikut setia Muham-mad saw.
Meskipun kemudian muncul upaya-upaya re-zim sekular dan kecendrungan orang-orang sektarian untuk mencampakkan tradisi kinasih dan berguna bagi kaum Muslimin ini. Namun para ulama dari berbagai mazhab Islam berusaha untuk melestarikan tradisi ka-um salaf ini dengan menyosialisasikan Maulid Nabi saw. Bilamana kondisi kaum Muslimin dalam keadaan yang memprihatinkan dan memerlukan energi lebih banyak untuk menyalakan kembali api cinta kepada Rasulullah di hati umat, maka pada saat itu masyarakat kita harus dengan setia mengikuti fatwa para ulama mukhlish yang menganjurkan kepada umat untuk me-numbuhkan kecintaan pada yang terkasih, pembim-bing dan junjungan kita Muhammad saw. Sebagaimana Mufti al-Khazraji menyimpulkan dengan sebuah petu-ah kepada kita:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar