Jumat, 17 Juli 2009

Imam Musa Kazhim as, Figur Kesabaran Ahlul Bait as

Nilai-nilai akhlak dan kemanusiaan yang tertanam pada pribadi Rasulullah Saww dan keluarga sucinya mencerminkan kepribadian agung manusia-manusia suci tersebut. Tak diragukan lagi, Rasulullah Saww dan Ahlul Baitnya adalah penunjuk manusia yang mencari kebahagiaan sejati dan jati diri sebenarnya. Pada hari ini, tepatnya tahun 127 hijriah, salah satu cucu Rasulullah Saww , Imam Musa Al-Kadzim, lahir ke dunia. Kami segenap kru Radio mengucapkan selamat atas hari kelahiran Imam Musa Al-Kadzim as.

Pada masa Imam Musa Al-Kadzim as dipenuhi dengan berbagai peristiwa besar dan kecil. Sikap-sikap Imam Musa as dalam mereaksi berbagai peristiwa tersebut merupakan pelajaran yang berharga bagi ummat Islam. Imam Musa as saat itu hidup ditengah masyarakat yang jauh dari ajaran-ajaran murni Islam. Bahkan para pemimpin saat itu bersikap lalim dan rakus harta. Imam Musa Kadzim as semasa dengan sejumlah para pemimpin Bani Abbas, termasuk Harun. Harun menunjukkan dirinya sebagai orang yang beragama, namun perilakunya sama sekali tidak mencerminkan perilaku seorang yang beragama. Di masa keimamahan atau kepemimpinan Imam Musa Kadzim as selama 35 tahun, beliau menjelaskan sistem politik dan sosial Islam dengan berbagai cara, kepada masyarakat saat itu. Melalui penjelasan tersebut, masyarakat menyadari bahwa perilaku Bani Abbas bertentangan dengan prinsip dan ajaran Islam.

Karena komitmen dan kegigihan dalam menegakkan kebenaran dan melawan kezaliman, Imam Musa Al-Kadzim as bersedia menjalani kepahitan hidup di penjara Dinasti Abbasiah selama bertahun-tahun. Dalam sejarah disebutkan Imam Musa Kadzim as mendekam di penjara selama 14 tahun. Para penguasa saat itu menghendaki Imam Musa supaya menghentikan perlawanan atas kezaliman. Bahkan Dinasti Abbasiah menjanjikan akan memberikan harta yang melimpah setiap bulannya kepada Imam Musa. Namun beliau menolak usulan tersebut dengan menyebutkan ayat 33 surat Yusuf; "Penjara lebih aku sukai daripada memenuhi ajakan mereka kepadaku."

Menurut Imam Musa Al-Kadzim as, kebatilan tidak akan menghantarkan seseorang ke tujuannnya. Pemerintah-pemerintah lalim tidak dapat menerapkan keadilan. Imam Musa Al-Kadzim as menekankan pentingnya kebenaran, kepada para sahabatnya yang setia, dan berkata," Jagalah dirimu dari kemarahan Allah Swt dan bertakwalah. Sampaikanlah kebenaran tanpa rasa takut, meski kebenaran itu akan melenyapkanmu secara lahiriah. Ketahuilah bahwa kebenaran itu tidak akan menghancurkanmu, tapi malah menyelamatkanmu. Namun lepaskanlah kebatilan, meski hal itu secara lahiriah menyelamatkanmu. Sebab, kebatilan tidak akan menyelamatkanmu, bahkan pada akhirnya akan membinasakanmu."

Dr Muhsen Al-Wairi, seorang dosen, menjelaskan sejarah Imam Musa Kazim as, dan mengatakan, salah satu karakter mulia Imam Musa Al-Kadzim as adalah bersikap kasih sayang dan lembut kepada masyarakat. Imam Musa berkata, "Berkasih sayang dan lembut kepada masyarakat adalah separuh akal." Beliau as juga menekankan, "Akal yang paling tepat adalah akal yang membahagiakan manusia." Dengan demikian, jika landasan perilaku kita kepada masyarakat bertumpu pada kasih sayang, maka kita telah menerapkan akhlak yang juga logis. Sebab, hal itu dapat membahagiakan kita sendiri.

Imam Musa Kadzim as memperlakukan sejumlah masyarakat, khususnya orang-orang yang tertindas dan miskin, dengan rasa kasih sayang dan perhatian yang luar biasa kepada mereka. Siapapun yang datang ke rumah Imam Musa as akan kembali dengan tangan yang tidak kosong dan hati yang berbahagia, baik secara spiritual maupun material. Perilaku Imam yang suka memaaafkan kesalahan-kesalahan seseorang membuat beliau dikenal sebagai peredam kemarahan. Imam Musa Kadzim as berkata, "Kasih sayang membahagiakan kehidupan, memperkokoh hubungan, menumbuhkan harapan dan menghangatkan lingkungan masyarakat."

Imam Musa Kadzim as dalam perlawanan politiknya terhadap para penguasa lalim, mengetahui situasi dan menggunakan kesempatan dengan baik. Sejumlah sahabatnya yang setia mempunyai jabatan di pemerintah dinasti Abbasiah. Mereka membela Imam Musa as dengan berbagai cara. Karena pengaruhnya di tengah pasukan dinasti Abbasiah, Imam Musa as dapat melanjutkan aktivitas politik dan sosialnya. Salah satu sahabat setia beliau as yang mempunyai jabatan penting di pemerintah dinasti Abbasiah adalah Ali bin Yaqtin. Pada suatu hari, Ali bin Yaqthin meminta izin kepada Imam Musa untuk melepas jabatannya di pemerintah. Akan tetapi Imam tidak mengizinkannya. Beliau berkata, "Allah Swt mempunyai wali-wali di tengah penguasa yang lalim. Melalui mereka, Allah Swt melindungi hamba-hambanya yang baik. Sangatlah mungkin bahwa Allah Swt telah menjadikan kamu sebagai perantaranya untuk meredam api fitnah yang dikobarkan para penentang."

Dalam sejarah disebutkan, Ali bin Yaqthin mempunyai hubungan yang terkoordinasi dengan Imam Musa Kadzim as. Ali bin Yaqthin juga melakukan berbagai tindakan untuk membela para pecinta Ahlul Bait as. Di antara langkah-langkah yang dilakukan Ali bin Yaqthin adalah mengirim sekelompok orang yang tertindas untuk melakukan ibadah haji. Dengan cara itu, ia dapat membantu ekonomi kalangan masyarakat yang tertindas. Selain itu, dia juga secara terselubung mengembalikan pajak pemerintah yang diambil dari orang-orang yang lemah.

Agenda yang disusun rapi untuk menghadapi pemikiran yang menyimpang adalah di antara program-program penting Imam Musa Kadzim as. Pada zaman itu, pemikiran anti-ketuhanan dan ideologi yang menyimpang menjamur di berbagai tempat. Dengan berbagai argumentasi logis, Imam Musa Kadzim as menghadapi pemikiran-pemikiran yang menyimpang dan menjelaskan ajaran yang benar, kepada masyarakat. Aktivitas intelektual dan ilmiah Imam Musa as dilakukan di tengah tekanan kondisi politik saat itu. Dengan penuh kesabaran, Imam Musa as berhasil mempertahankan ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Dalam sejarah disebutkan, lebih dari 200 perawi hadis dan pemikir saat itu berguru kepada Imam Musa Kadzim as. Imam Musa benar-benar berupaya meningkatkan intelektualitas masyarakat saat itu. Beliau juga menganjurkan masyarakat supaya menimba ilmu dari sumber yang terpercaya dan meningkatkan keilmuan mereka sehingga tidak terjebak dalam makar orang-orang yang berpikiran batil.

Dinasti Abbasiah juga menyadari bahwa keberadaan Imam Musa as di tengah masyarakat akan melemahkan tonggak-tonggak pemerintah yang lalim. Untuk Itu, Harun Al-Rasyid, penguasa lalim saat itu memenjarakan Imam Musa as dalam kurun waktu yang cukup lama. Namun ketabahan Imam Musa as yang dipenjara selama bertahun-tahun tak membuat pengaruhnya di tengah masyarakat berkurang.

Sebelum kami mengakhiri acara khusus ini, kami akan mengutip perkataan mutiara dari Imam Musa Kazhim as. Beliau berkata, "Selama mempunyai rasa takut atas dosa, menjalankan amanat dan menerapkan kebenaran, penghuni bumi akan mendapat rahmat Allah Swt." Imam Musa juga berkata, "Amanat dan kejujuran mendatangkan rejeki, sedangkan pengkhianatan dan kebohongan menyebabkan kemiskinan." Dalam perkataan mutiara lainnya, Imam Musa as berkata, "Barangsiapa yang menahan marah kepada masyarakat akan dilindungi Allah Swt dari siksaan di hari kiyamat."

Wasiat Imam Musa Ibn Ja'far Al Khadzim As


Wasiat Imam Musa bin Ja'far Al Khadzim as kepada Hisyam bin Hakam

- Tentang Pentingnya Akal

Wahai Hisyam, sesungguhnya Allah berfirman di dalam Kitab-Nya, 'Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati.' (QS. Qaf: 37) Yaitu yang dimaksud adalah akal.

'Dan sesungguhnya Kami telah berikan hikmah kepada Lukman.' Yaitu yang dimaksud adalah akal.

Wahai Hisyam, sesungguhnya Lukman telah berkata kepada anaknya, 'Tunduklah kamu kepada kebenaran, niscaya kamu menjadi manusia yang paling berakal. Sesungguhnya kecerdasan amat mudah bagi orang yang memiliki kebenaran. Wahai anakku, sesungguhnya dunia adalah lautan yang dalam. Sungguh telah banyak sesuatu yang karam di dalamnya. Maka jadikanlah ketakwaan kepada Allah sebagai perahumu, bahan bakarnya adalah iman, layarnya adalah tawakkal, nahkodanya adalah akal, kompasnya adalah ilmu, dan para penumpangnya adalah sabar.'

Wahai Hisyam, sesungguhnya segala sesuatu mempunyai tanda. Adapun tandanya akal adalah berpikir, dan tandanya berpikir adalah diam. Dan, sesungguhnya segala sesuatu mempunyai tunggangan, adapun tunggangan akal adalah tawadu. Cukup merupakan kebodohan bagimu, kamu menunggangi sesuatu yang kamu dilarang menungganginya.

Wahai Hisyam, tidaklah Allah mengutus para nabi dan rasul-Nya kepada hamba-hamba-Nya melainkan supaya mereka mengenal Allah. Sesungguhnya orang yang paling baik penerimaannya di antara mereka adalah orang yang paling baik makrifahnya, dan orang yang paling mengetahui perintah Allah di antara mereka adalah orang yang paling baik akalnya, serta orang yang paling sempurna akalnya di antara mereka adalah orang yang paling tinggi derajatnya didunia dan di akhirat.

Wahai Hisyam, sesungguhnya Allah mempunyai dua hujjah atas manusia. Yaitu hujjah yang tampak dan hujjah yang tidak tampak. Adapun hujjah yang tampak ialah para rasul, para nabi dan para imam, sedangkan hujjah yang tidak tampak adalah akal.

Wahai Hisyam, sesungguhnya orang yang berakal adalah orang yang rasa syukurnya tidak disibukkan oleh sesuatu yang halal, dan kesabarannya tidak dibelenggu oleh yang haram.

Wahai Hisyam, barangsiapa yang memenangkan sesuatu yang tiga atas sesuatu yang tiga yang lain, maka berarti dia telah membantu hawa nafsunya untuk menghancurkan akalnya:

  • Barangsiapa yang menggelapkan cahaya pikirnya dengan panjang angan-angannya,
  • Barangsiapa yang menghapus kata-kata hikmahnya dengan kata-kata sia-sianya
  • Barangsiapa yang memadamkan cahaya pelajarannya dengan syahwat dirinya,
maka :
  • Berarti dia telah membantu hawa nafsunya untuk menghancurkan akalnya.
  • Barangsiapa yang menghancurkan akalnya maka berarti dia telah merusak agama dan dunianya.

Wahai Hisyam, bagaimana mungkin amal perbuatanmu bisa berkembang di sisi Allah, sementara hatimu lalai dari perintah-Nya, dan engkau mentaati hawa nafsumu yang hendak menguasai akalmu.

Wahai Hisyam, sabar dalam kesendirian merupakan tanda kekuatan akal. Barangsiapa yang mengenal Allah maka dia akan menyingkir dari ahli dunia dan orang orang yang mengharapkannya, serta hanya mengharapkan apa-apa yang ada di sisi Allah; sementara Allah akan menjadi temannya di dalam ketakutan, menjadi sahabatnya di dalam kesendirian, akan mencukupkannya di dalam kemiskinan, dan akan melindunginya dengan tanpa bantuan keluarga besar.

Wahai Hisyam, kebenaran ditegakkan untuk mentaati Allah, dan tidak ada keselamatan kecuali dengan ketaatan. Ketaatan itu ditegakkan dengan ilmu, ilmu itu dengan belajar, dan belajar itu dengan akal. Selanjutnya, tidak ada ilmu kecuali dari 'alim rabbani, dan mengetahui ilmu itu dengan akal

Wahai Hisyam, amal yang sedikit dari orang yang berilmu diterima dengan berlipat ganda, sementara amal yang banyak dari orang yang memperturuti hawa nafsu dan orang yang bodoh ditolak.

Wahai Hisyam, sesungguhnya orang yang berakal rida bersama hikmah dengan tanpa dunia, namun tidak rida bersama dunia dengan tanpa hikmah, maka oleh karena itu perniagaan mereka beruntung.

Wahai Hisyam, sesungguhnya orang yang berakal meninggalkan dunia yang berlebihan, apalagi dengan dosa. Mereka meninggalkan dunia sebagai sesuatu yang utama, dan meninggalkan dosa sebagai sesuatu yang wajib.

Wahai Hisyam, sesungguhnya orang yang berakal melihat kepada dunia dan kepada ahlinya, lantas mereka mengetahui bahwa dunia tidak dapat digapai kecuali dengan kesulitan, kemudian mereka pun melihat kepada akhirat, lalu mereka mengetahui bahwa akhirat pun tidak dapat digapai kecuali dengan kesulitan, maka mereka pun mencari salah satu yang paling kekal di antara keduanya.

Wahai Hisyam, sesungguhnya orang-orang yang berakal, mereka meninggalkan kesenangan dunia dan mengharapkan kesenangan akhkat. Karena mereka tahu bahwa dunia adalah sesuatu yang mencari dan sesuatu yang dicari, dan demikian juga akhirat adalah sesuatu yang mencari dan sesuatu yang dicari. Barangsiapa yang mencari akhirat, maka dunia akan mencarinya, sehingga terpenuhi rejekinya; dan barangsiapa yang mencari dunia, maka akhirat akan mencarinya, sehingga ajal menjemputnya, sehingga dengan begitu rusaklah dunia dan akhiratnya.

Wahai Hisyam, barangsiapa yang menginginkan kekayaan tanpa harta, kenyamanan hati dari hasud, dan keselamatan di dalam agama, maka hendaklah dia merendahkan diri kepada Allah SWT di dalam menghadapi masalahnya dengan menyempurnakan akalnya. Barangsiapa yang berakal maka dia akan merasa puas dengan sesuatu yang mencukupkannya, dan barangsiapa yang merasa puas dengan sesuatu yang mencukupkannya maka dia telah kaya. Barangsiapa yang tidak merasa puas dengan apa yang mencukupkannya maka dia tidak akan menggapai kekayaan selamanya.

Wahai Hisyam, sesungguhnya Allah menceritakan bahwa kaum yang saleh berkata, 'Ya Tuhan kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakan lah kepada kami rahmat dari sisi Engkau' (QS. Ali Imran: 8), manakala mereka mengetahui hati mereka menyimpang dan kembali kepada kebutaannya.
Sesungguhnya tidak takut kepada Allah orang yang tidak mengetahui tentang Allah. Dan orang yang tidak mengetahui tentang Allah, hatinya tidak akan berdiri di atas makrifah yang kokoh, dan juga tidak akan menemukan hakikat makrifah di dalam hatinya. Tidaklah seseorang demikian kecuali orang yang ucapannya sejalan dengan perbuatannya dan batinnya sesuai dengan zahirnya.

Wahai Hisyam, Amirul Mukminin as telah berkata, Tidaklah Allah disembah dengan sesuatu yang lebih utama dari akal. Dan, tidaklah sempurna akal seseorang sehingga pada dirinya terdapat beberapa sifat berikut: Kekufuran dan kemusyrikan terjaga darinya, petunjuk dan kebaikan diharapkan darinya, kelebihan hartanya dikorbankan, ke-utamaan pembicaraannya terjamin, dan bagiannya dari dunia hanyalah makanan pokok. Dia tidak pernah merasa kenyang dengan ilmu selamanya. Kehinaan bersama Allah lebih dia cintai dibandingkan kemuliaan bersama selain-Nya. Ketawaduan lebih dia cintai dibandingkan kebesaran. Dia menganggap banyak sedikit kebajikan yang berasal dari orang lain, dan menganggap sedikit banyak kebajikan yang berasal dari dirinya. Dia melihat seluruh manusia lebih baik dari dirinya, sementara dia melihat dirinya sebagai manusia yang paling jelek di antara manusia yang ada.

Wahai Hisyam, sesungguhnya orang yang berakal tidak akan berdusta, meski pun di dalam dusta itu terdapat kepentingannya.

Wahai Hisyam, tidak ada agama bagi orang yang tidak memiliki kekesatriaan, dan tidak ada kekesatriaan bagi orang yang tidak memiliki akal. Sesungguhnya manusia yang paling besar nilainya adalah orang yang tidak melihat dunia sebagai kehormatan dirinya. Ingatlah, sesungguhnya dirimu tidak mempunyai harga yang sesuai kecuali surga, maka oleh karena itu janganlah engkau menjualnya dengan selainnya.

Wahai Hisyam, sesungguhnya Amirul Mukminin as berkata, 'Sesungguhnya tanda orang yang berakal adalah tiga sifat berikut: Menjawab manakala ditanya, berbicara manakala orang lain sudah tidak mampu lagi bicara, dan memberikan pandangan yang menggambarkan kesalehan orang yang memiliki pandangan tersebut. Barangsiapa yang pada dirinya tidak ada satu pun salah satu dari ketiga sifat tersebut maka dia itu orang pandir.'

Sesungguhnya Amirul Mukminin as berkata, Tidaklah duduk di bagian depan majlis kecuali seorang laki-laki yang memiliki ketiga sifat di atas, atau salah satu darinya. Barangsiapa yang pada dirinya tidak ada satu pun dari ketiga sifat di atas, lalu dia duduk di majlis, maka dia itu orang pandir.'

Hasan bin Ali telah berkata, 'Jika engkau meminta kebutuhan maka mintalah dari pemiliknya.' Kemudian orang-orang bertanya, 'Wahai putra Rasulallah saw, siapakah pemilik kebutuhan tersebut?'

Hasan bin Ali menjawab, 'Yaitu orang-orang yang telah Allah SWT ceritakan di dalam Kitab-Nya. Allah SWT berfirman, 'Hanyalah orang-orang yang berakal saja yang dapat mengambil pelajaran.' (QS. az-Zumar: 39).

Hasan bin Ali berkata lebih lanjut, 'Mereka itu adalah orang-orang yang berakal.'

Ali bin Husain telah berkata, 'Duduk bersama orang-orang yang saleh akan mendorong kepada kebajikan. Bersopan santun kepada para ulama akan menambah akal. Taat kepada pemimpin yang adil merupakan puncak kemuliaan. Mengambil manfaat harta merupakan sesempurna-sempurnanya kekesatriaan. Memberi petunjuk kepada orang yang meminta nasihat merupakan pelaksanaan kewajiban nikmat. Dan menahan diri untuk tidak menyakiti orang lain merupakan kesempurnaan akal, yang di dalamnya terkandung kenyamanan badan, baik segera maupun lambat.'