Arsip Blog
-
▼
2010
(12)
-
▼
Januari
(10)
- Hubungan Antara Maturidiyah dan Asya`irah
- Abadhiyah: Aliran Islam Yang Nyaris Tak Terdengar
- Asya`irah Dalam Sorotan
- Abu Hanifah Nu’man bin Tsabit: Imam Agung Ahlusunnah
- Imam Syafi’i Antara Konservatif dan Pembatasan Rua...
- Potret Imam Syafi'i
- Problema Kontemporer Dunia Islam
- Sekilas Tentang Empat Periode Kehidupan Imam Khome...
- Dalam pembahasan seputar Asyura, ada tiga topik ut...
- Nasrani Dalam Perspektif Rahbar
-
▼
Januari
(10)
Senin, 25 Januari 2010
Asya`irah Dalam Sorotan
Asya`irah adalah sebutan bagi para pengikut Abu Al-Hasan Ali bin Ismail Asy`ari. Tolak Ukur utama dalam meneliti proses terbentuknya Asya`irah adalah kinerja mazhab Mu`tazilah. Dijadikannya perubahan sebagai landasan penyingkapan hakikat oleh Mu`tazilah dan perselisihan mereka dengan para fukaha dan ahli hadis, memicu penentangan terhadap Mu`tazilah. Hingga akhirnya, dengan adanya provokasi dari pihak Mutawakkil, kelompok Mu`tazilah dikucilkan dan kemudian lahirlah kelompok moderat, yaitu Asya`irah.
Asya`irah menjadikan dalil rasional (`aqli) sebagai sarana pembuktian ajaran akidah konvensional. Di penghujung abad keenam, ada tiga tokoh yang memilih metode ini, yaitu Abu Al-Hasan Asy`ari di Baghdad, Thahawi (wafat 331 H) di Mesir, dan Abu Manshur Maturidi (wafat 333 H) di Samarqand. Kendati terdapat perbedaan antara mereka, namun mereka sepakat untuk sama-sama menentang Mu`tazilah.
Abu Al-Hasan Asy`ari lahir di Bashrah tahun 260 H. Garis keturunannya sampai kepada Abu Musa Asy`ari, salah seorang sahabat terkenal. Beliau adalah murid Abu Ali Jubai. Beliau mempelajari ilmu kalam (teologi) dari Mu`tazilah dan banyak menimba ilmu dari para fukaha dan ahli hadis. Setelah mengkaji hasil pelajaran terdahulunya, beliau lalu mengkritisi dan menolak sebagian keyakinan dirinya yang diambil dari Mu`tazilah. Di antara keyakinan terdahulunya adalah Al-Quran itu makhluk, kemustahilan melihat Allah, dan menghindari penisbatan keburukan kepada Allah. Kitab Al-Ibanah mengandung kritik-kritik Asy`ari terhadap Mu`tazilah. Dalam kitab itu, ia menyebut Mu`tazilah sebagai kelompok penakwil Al-Quran dan menyatakan kecenderungannya kepada Al-Quran, sunah, dan metode Ahmad bin Hanbal. Ibnu `Asakir menyebut judul 98 kitab yang ditulis Asy`ari hingga tahun 32 H. Empat karyanya yang terkenal adalah:
1. Al-Luma` fi Al-Rad `ala Ahl Al-Zaigh wa Al-Bida`.
2. Al-Ibanah fi Ushul Al-Diyanah.
3. Istihsan Al-Khaudh fi `Ilm Al-Kalam.
4. Maqalat Al-Islamiyyin wa Ikhtilaf Al-Mushallin.
Tiga kitab pertama seputar ilmu kalam dan kitab keempat tentang pengenalan mazhab-mazhab. Judul yang dipilih untuk kitab keempat menunjukkan sikap moderat dan toleransi Asy`ari.
Pandangan-pandangan Asy`ari
Asy`ari memilih metode `aqli-naqli (kombinasi akal dan riwayat) sebagai metode yang moderat. Misalnya, dalam bab tauhid, ia meyakini penambahan sifat atas zat Allah. Sikap moderat ini tampak dalam pandangan-pandangannya. Secara umum, Asya`irah membuktikan keberadaan Tuhan dengan tiga cara: naqli, `aqli, dan qalbi (hati) yang mirip dengan metode sufi Imam Ghazali dan Fakhrudin Razi. Berdasarkan pendapat Fakhrudin Razi, ada dua argumen filosofis, yaitu Burhan Imkan Al-Ajsam (argumentasi kemungkinan keberadaan materi) dan Imkan Al-A`radh (kemungkinan sifat), serta dua argumen teologis, yaitu Burhan Huduts Al-Ajsam (argumentasi barunya materi) dan Huduts Al-A`radh (barunya sifat), yang semua ini digunakan Asya`irah untuk membuktikan keberadaan Tuhan. Terkait pengenalan Tuhan, sebagian Mu`tazilah (seperti Juwaini dan Ghazali) berpendapat bahwa hal ini tidak mungkin, sementara sebagian yang lain (seperti Baqalani) berpandangan sebaliknya.
Sifat-sifat Allah: Sifat-sifat Allah ada tiga bagian, yaitu salbi (negatif), tsubuti (tetap), dan ikhbari, yaitu seperti sifat manusia (misalnya, memiliki mata dan tangan). Asy`ari berpendapat bahwa bagian yang ketiga harus diyakini secara bila kaif (tanpa cara dan bagaimana), sebab substansi sifat-sifat ini tidak jelas bagi kita.
Determinasi (Jabr) dan Ikhtiar: Dalam masalah ini, demi menjaga sisi qadha dan qadar Allah serta ikhtiar manusia, Asya`irah mengemukakan pandangan kasb (usaha) yang merupakan istilah Al-Quran. Penafsiran mereka tentang kasb adalah sebagai berikut: Kemampuan (qudrah) ada dua macam, yaitu qadim/lama (yang merupakan milik Allah dan berperan dalam penciptaan perbuatan) dan hadits/baru (yang merupakan milik hamba). Satu-satunya fungsi kemampuan hadits adalah bahwa hamba merasakan kebebasan dalam dirinya. Oleh karena itu, makna kasb al-fi`l adalah berbarengannya penciptaan perbuatan dengan penciptaan kemampuan hadits pada diri manusia. Tentunya, Asy`ari menyebut kasb sendiri sebagai ciptaan Allah. Beliau berpendapat bahwa orang yang melakukan kasb adalah tempat Allah mewujudkan perbuatan-Nya dan orang itu berperan sebagai sarana perbuatan Allah.
Baik dan buruknya perbuatan (husn wa qubh): Asy`ari menyebut tiga makna baik dan buruknya perbuatan dan memilih makna ketiga sebagai makna yang benar. Tiga makna itu adalah:
1. Kesempurnaan dan kekurangan.
2. Mengandung maslahat atau madharat.
3. Layak dipuji atau dicela. Menurutnya, tidak ada perbuatan yang layak dipuji atau dicela secara mandiri. Hanya lantaran perintah dan larangan dari syariat-lah suatu perbuatan layak dipuji atau dicela.
Kosmologi: Meliputi dua masalah:
a) Struktur semesta: Asya`irah condong kepada teori atomisme (jauhar fard). Melalui teori ini, Asya`irah mendapat peluang untuk membuktikan bahwa dunia itu hadits (baru) dan Allah sebagai satu-satunya Zat yang qadim (dahulu).
b) Mortalitas semesta: Asya`irah berpendapat bahwa semesta itu mortal. Mereka menyebut `aradh (sifat) mortal dan jauhar (esensi) imortal. Tujuan dari pandangan ini adalah pembuktian sifat qadim Allah dan peran abadi-Nya dalam segala perkara semesta.
Antropologi: Meliputi dua pandangan:
a) Hakikat manusia adalah jauhar (esensi) jasmani (Juwaini).
b) Hakikat manusia adalah esensi ruhani (Baqalani).
Tokoh-tokoh Asya`irah: Di antaranya adalah: Abu Bakar Baqalani (penulis Al-Tamhid), Imam Ghazali, Imam Al-Haramain Juwaini, Fakhrurrazi, Baidhawi, dan Sayyid Syarif Jurjani.
Mazhab kalam ini memiliki peran penting di tengah kaum Muslimin, kendati di masa Asy`ari sendiri tidak begitu mendapat perhatian khalayak. Pada hakikatnya, Asy`ari dikucilkan lantaran penentangan dan perselisihan sengitnya dengan ahlul hadits (para pendukung hadis). Namun belakangan, khususnya setelah era Imam Al-Haramain Juwaini dan dukungan dinasti Saljuqi di masa Khaje Nidham Al-Mulk Thusi terhadap mazhab ini, Asya`irah menjadi mazhab kalam yang dominan di tengah Ahlussunnah. Hingga sekarang pun, sebagian besar kaum Muslimin Ahlussunah di seluruh dunia, khususnya yang bermazhab Syafi`i dan Hanafi, merujuk dan mengacu kepada Asya`irah dalam masalah-masalah akidah.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar