Senin, 25 Januari 2010

Abadhiyah: Aliran Islam Yang Nyaris Tak Terdengar



Abadhiyah adalah nama golongan yang memberontak kepada khalifah masa itu (Sayidina Ali bin Abi Thalib) pasca perang Shiffin dan polemik hakamiyah (perihal menjadikan Al-Quran sebagai hakim). Saat itu, Abu Musa Asy`ari sebagai duta Ali dan `Amr bin `Ash sebagai duta Muawiyah, duduk bersama menelaah Al-Quran dan sunah Rasul saw untuk memutuskan kebenaran di pihak Ali atau Muawiyah. Ketika duta Syam menipu duta Irak dan orang-orang Irak sadar mereka telah dikecoh `Amr bin `Ash, mereka memprotes Sayidina Ali lantaran sikap beliau menerima hakamiyah. Mereka lalu membentuk kelompok tersendiri dan melawan Sayidina Ali. Mulanya, jumlah mereka hanya sedikit. Namun, jumlah mereka kian bertambah dari hari ke hari. Akhirnya, mereka berkumpul di suatu tempat bernama Harura. Mereka berperang melawan Sayidina Ali dan menelan kekalahan.


Abadhiyah (atau Ibadhiyah) adalah salah satu kelompok sempalan Khawarij yang berafiliasi kepada Abdullah bin Abadh Tamimi. Kelompok ini adalah salah satu kelompok tertua dalam sejarah Islam. Kendati kelompok ini adalah minoritas di tengah kaum Muslimin, namun aliran ini penting untuk dikaji dari sudut pandang sejarah dan penilaian berbagai mazhab Islam terhadapnya.
Hingga sekarang, komunitas Abadhiyah relatif hidup terpencil dan tidak begitu dikenal. Karena itu, mereka bisa disebut sebagai kelompok yang kurang atau relatif tidak dikenal.
Yang bisa disimpulkan dari sejarah adalah bahwa Abadhiyah muncul pada peristiwa pembangkangan Khawarij terhadap Sayidina Ali di perang Shiffin. Mereka lalu membentuk kelompok independen lantaran pengaruh pandangan-pandangan Abu Bilal Mardas bin Adyah. Mereka memisahkan diri dari kelompok-kelompok ekstrem Khawarij seperti Azariqah. Abu Bilal adalah poros tengah antara kelompok induk Khawarij dan kelompok-kelompok moderat. Pasca syahidnya Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib, Khawarij melakukan beberapa pemberontakan terhadap penguasa, salah satunya di bawah kepemimpinan Abu Bilal Mardas di masa Yazid bin Muawiyah. Di tahun 58 H, setelah dibebaskan dari penjara Ubaidillah bin Ziyad, Abu Bilal beserta tiga puluh pengikutnya keluar dari Bashrah dan menuju Ahvaz, atau lebih tepatnya, Asak. Pengikutnya di sana bertambah menjadi 40 orang. Ubaidillah lalu mengutus Aslam bin Zur`ah bersama dua ribu prajurit untuk menghentikan Abu Bilal dan pengikutnya. Sebelum pertempuran dimulai, Abu Bilal berkata kepada musuhnya, ”Kenapa kalian memerangi kami? Kami tidak berbuat kerusakan di muka bumi dan tidak pernah menghunus pedang di hadapan orang lain.” Alhasil, perang tetap terjadi dan 40 orang Khawarij berhasil mengalahkan pasukan Khalifah dan memaksa mereka melarikan diri. Di tahun berikutnya, Ubaidillah mengutus pasukan lain berjumlah 4000 orang untuk menumpas mereka. Pertempuran terjadi di hari Jumat di Darabjard Fars. Mulanya, pasukan Khalifah tidak memperoleh kemajuan. Saat waktu shalat (Jumat) tiba, Abu Bilal mengirim pesan untuk menunda pertempuran demi melaksanakan shalat. Namun, ketika pasukan Khawarij sedang melakukan shalat, pihak musuh menyerbu dan membunuh mereka semua, termasuk Mardas.
Setelah kematian Abu Bilal, Khawarij berkumpul di Bashrah untuk berjihad. Mereka lalu menuju Ahvaz bersama Nafi` bin Arzaq. Namun, kelompok yang tidak setuju melakukan pemberontakan, bersikukuh tinggal di Bashrah di bawah kepemimpinan Abdullah bin Abadh. Abdullah bin Abadh berasal dari kabilah Bani Tamim, atau menurut Thabari, dari Bani Shirm. Dia adalah seorang yang berwawasan dan moderat. Semenjak awal, dia tidak menyetujui sikap ekstrem sebagian Khawarij. Ia memisahkan diri dari mereka dan memilih jalan tengah.
Tidak ada data akurat terkait tanggal kelahiran dan kematian Abdullah bin Abadh. Dia adalah peletak fondasi akidah dan fikih mazhab Abadhiyah. Ia senantiasa diagung-agungkan oleh para pengikutnya. Dalam referensi-referensi Abadhiyah, ia disebut sebagai pembesar kaum, junjungan Muslimin, dan pemuka ahli tahqiq. Yang bisa dipastikan dari peristiwa-peristiwa yang terkait dengan kehidupan Abdullah adalah, setelah terbunuhnya Abu Bilal, Ubaidillah bin Ziyad mengirim pasukan ke Mekkah untuk menumpas habis Khawarij. Kaum Khawarij berjuang mempertahankan Mekkah dan berhasil mengalahkan pasukan Syam. Abdullah bin Abadh juga turut berperan dalam pertempuran ini.
Di abad-abad terdahulu, pengikut Abadhiyah hidup dalam wilayah yang amat luas. Beberapa kelompok dari mereka masih bertahan hingga sekarang. Mereka menetap di Oman, Tanzania (Zanjibar), dan Afrika Utara. Di masa kita sekarang, Abadhiyah adalah mazhab yang dianut mayoritas rakyat dan suku Oman. Kecenderungan masyarakat Oman kepada mazhab Abadhiyah bermula semenjak awal terbentuknya mazhab ini. Pada permulaan gerakan dan perang Khawarij melawan dinasti Bani Umayah, sebagian pemuka kelompok Abadhiyah datang ke Oman. Mereka menyebarkan ajaran Abadhiyah dan memperoleh banyak pengikut. Ketika Jabir bin Zaid diasingkan oleh Hajjaj bin Yusuf Tsaqafi dari Bashrah ke Oman, penduduk Oman menyambut dakwah Abadhiyah. Sebab, Jabir berasal dari suku Azd yang merupakan suku mayoritas di Oman. Selain itu, pandangan moderat pemimpin Abadhiyah, yaitu Jabir bin Zaid, juga turut mempengaruhi sambutan rakyat Oman.
Terputusnya silsilah dinasti Bani Umayah di tahun 132 H/750 M dan kekacauan di pemerintah pusat, memberi peluang kepada pengikut Abadhiyah di Oman untuk mewujudkan mimpi membentuk pemerintahan. Mereka lalu mengangkat Jalandi bin Mas`ud bin Jaifar bin Jalandi Azdi sebagai imam bagi pengikut Abadhiyah di Oman.
Kelompok-kelompok Abadhiyah
Abadhiyah juga tak lepas dari penyempalan dan perpecahan. Ada beberapa kelompok dengan beragam kecenderungan yang menyempal dari mereka. Penyempalan ini disebabkan perbedaan kultur, politik, dan sosial di antara mereka. Berikut ini beberapa kelompok cabang dari Abadhiyah:
* Wahbiyah: Kelompok ini salah satu dari kelompok-kelompok utama Abadhiyah. Sebagian besar pengikut Abadhiyah berafiliasi kepada kelompok ini.
* Ibrahimiyah: Kelompok ini dinisbatkan kepada seorang penduduk Madinah bernama Ibrahim. Kemunculan kelompok ini bermula dari fatwa Ibrahim terkait dibolehkannya menjual hamba sahaya wanita Muslim kepada orang kafir (selain Abadhiyah). Ia juga melakukan hal serupa terhadap budak wanitanya. Salah satu pengikutnya yang bernama Maimun memprotes dan berpendapat bahwa ini tidak boleh dilakukan. Ibrahim lalu berargumen dengan ayat 275 surah Al-Baqarah bahwa Allah menghalalkan segala bentuk jual-beli. Namun, argumen ini tidak memuaskan Maimun dan ia pun memisahkan diri dari Ibrahim.
* Maimuniyah: Kelompok ini muncul setelah Maimun memisahkan diri dari kelompok Ibrahim.
* Hafshiyah: Mereka adalah pengikut Hafsh bin Abi Miqdam. Fakhrurrazi mengatakan bahwa kunyah (julukan)nya adalah Abu Ja`far. Hafshiyah berpendapat bahwa fondasi iman hanya berupa pengenalan terhadap Allah semata.
* Haritsiyah: Mereka adalah pengikut Harits Abadhi yang menganut pandangan Mu`tazilah dalam masalah takdir.
* Yazidiyah: Para pengikut Yazid bin Anis yang berpendapat bahwa Islam akan dihapus di akhir zaman dan ada nabi yang akan datang dari kaum Ajam (non-Arab).

Tidak ada komentar: