nabi ulul azmi menabuh gendrang dakwah untuk pertama kalinya, saat itu pula mereka menghadapi berbagai kendala dan konspirasi dari para pemuka orang-orang kafir dan penentang hak-hak manusia, Masalah ini menandai dimulainya konfrontasi abadi antra front kebenaran dan kebatilan sepanjang sejarah dimana hal ini tak dapat dihindari, kapan pun dan dimana pun. Namun perlu dicatat di sini bahwa tak ada satu pun dari agama samawi dan para pembawa pesannya yang menghadapi cobaan begitu berat dan pedih seberat dan sepedih apa yang dirasakan oleh Islam dan Nabi Muhammad saw. Berkaitan dengan hal ini, Nabi Muhammad saw bersabda: “Tidak ada satu nabi pun yang disakiti sebagaimana aku disakiti.”1
Sejak Nabi saw mendeklarasikan pesan: “Katakanlah bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, niscaya kalian selamat” lalu beliau berdakwah secara terang-terangan, para pemuka kafir membentuk kekuatan dan front bersama untuk menghadapi dakwah ini dan mereka selalu berusaha untuk melenyapkannya. Dengan menutup mata atas semua perbedaan internal yang ada di antara mereka sendiri, pelbagai kekuatan batil hanya memfokuskan pada tujuan bersama mereka, yaitu mencegah tersebarnya pesan Islam ini dan kemudian menghancurkannya.
Salah satu perang yang dikobarkan untuk menentang kaum Muslimin adalah peperangan yang terkenal dengan dengan sebutan perang Ahzab. Dinamakan perang Ahzab karena dalam perang ini seluruh pembesar kafir bersatu padu untuk melenyapkan Islam yang baru dengan seluruh kekuatan yang mereka miliki.
Keistimewaan dan rahasia apa yang dimiliki ideology Islam sehingga membuat pelbagai kekuatan kebatilan kebakaran jenggot dan meradang seperti ini?
Tak diragukan lagi bahwa pesan abadi dan pembebas "kalimat tauhid-lah” yang menjadikan para pembesar kafir dan para tiran meradang dan gregetan alias gemas. Pesan inilah yang menafikan seluruh tuhan buatan dan pelbagai kekuatan palsu dan hanya mengakui secara resmi keberadaan satu Tuhan, Pencipta semesta alam. Pesan inilah, sebagaimana saat turunnya, mampu menghancurkan semua infrastruktur yang salah,pelbagai tradisi dan budaya sesat yang telah mengakar dalam masyarakat di waktu itu dan membebaskan manusia di zaman itu dari pelbagai rantai yang membelenggu mereka dan melapangkan jalan kebangkitan dan penentangan kelompok tertindas terhadap pemegang kekuasaan yang zalim, hari ini pun bak pelita yang tetap menyala di tangan para pencari jalan kebenaran dan kaum tertindas.
Para tiran di zaman Nabi saw dengan baik menyadari realita ini, yaitu bila agama baru dan budaya yang agung serta pembebas ini dibiarkan tumbuh dan berkembang secara normal dan aman-aman saja di tengah masyarakat, maka ini akan berdampak pada goncangnya singgasana kekuasaan mereka. Dan inilah kenyataan yang sekarang dikhawatirkan oleh dunia kafir dan kekuatan adi daya. Dan masalah inilah yang memicu bersatunya pelbagai kekuatan sesat dan batil sepanjang sejarah manusia guna menentang para nabi dan utusan Allah.
Jadi, dapat dikatakan bahwa bahwa problem antara Islam dan kafir merupakan manifestasi dan lanjutan dari permusuhan antara front kebenaran dan kebatilan. Dan pembahasan yang kami kemukakan sekarang dalam artikel ini berkaitan dengan problematika kontemporer dunia Islam dan mengenal hakikatnya supaya kita dapat menemukan jalan/solusi untuk mengatasinya. Sebab, tanpa mengenal dan menyingkap pelbagai problematika secara benar maka kita tidak mungkin dapat memecahkan dan menyikapinya secara bijak dan dewasa.
Problematika Kontemporer:Masa yang kami maksudkan di sini dimulai dari sejak jatuhnya Dinasti Usmani di dunia Islam dimana dibagi dalam dua bagian:
1- Masa sebelum Kebangkitan Islam:Dunia Salib Barat, pasca runtuhnya Dinasti Usmani karena masalah internal yang kala itu disebut dengan "kematian orang yang sakit", yakin sekali bahwa tidak ada lagi kekuatan di dunia Islam yang secara militer mampu berhadapan dengan Barat. Kemudian mereka menyusun program "pelucutan Islam" dari kancah social masyarakat Islam. Program musuh ini bertujuan untuk mengubah identitas dan memutuskan tali hubungan umat Islam dengan latar belakang peradaban dan budaya masa lalunya. Sebab, musuh-musuh Islam sadar benar bahwa komitmen umat Islam terhadap akidah dan ikatan-ikatan keagamaan serta moral adalah hal yang selalu berpotensi mendatangkan lampu merah alias bahaya bagi mereka. Dan berikut ini kami akan menyebutkan beberapa sebab dan factor masalah ini.
Alhasil, untuk mencapai tujuannya di era ini dan mengkikis kekuatan kaum Muslimin, musuh menetapkan aksi-aksi di bawah ini sebagai bagian dari agenda dan program mereka:a. Membagi kawasan Islam menjadi beberapa negara-negara kecil.
b. Mengangkat penguasa-penguasa yang menjadi boneka mereka.
c. Mengeksploitasi para penulis bayaran untuk tujuan-tujuan berikut:
- Memunculkan instabilitas akidah masyarakat.
- Menyebarkan pemikiran-pemikiran asing.
- Mengubah identitas budaya dan agama Islam.
Memecah dunia Islam menjadi beberapa negara kecil dari satu sisi dan mengangkat penguasa-penguasa boneka untuk mengaktualisasikan program pengaburan/pengkikisan identitas dari satu sisi yang lain termasuk agenda musuh yang sukses dijalankan dengan baik di era ini.
Dalam bidang ini, peran para pemikir yang kebarat-baratan dan para penulis yang secara sadar atau tidak kadang-kadang bergerak sesuai dengan apa yang telah digariskan dan diprogram oleh musuh tidak kalah daripada peran para penguasa boneka mereka. Para penulis yang telah terkontaminasi dengan aroma weternisasi, seperti Toha Husein dan Salam Musa di Mesir dan dunia Arab, Diya’ Kuk Old di Turki, Sayid Ahmad Khan di India, dan Qasim Amin dan Taqi Zodeh di Iran, dan tentu masih banyak lagi para penulis dan kolomnis koran dan majalah lainnya yang nama mereka dapat disebut, menilai bahwa jalan kemajuan dapat dicapai dengan membebek dan mengikuti pola hidup ala Barat. Mereka menekankan masalah ini dalam pelbagai tulisan, orasi dan konferen-konferensi yang mereka ikuti.
Qasim Amin adalah pendukung keras anti jilbab, karena menurutnya fenomena religius, seperti jilbab kaum wanita mencegah kemajuan umat Islam. Sebagian dari mereka menganggap bahwa mengubah tulisan ke latin adalah salah satu cara lain untuk mendekatkan umat Islam ke kafilah peradaban manusia. Sebagaimana hal ini dipraktekkan secara resmi di Turki. Akibatnya, hubungan masyarakat dengan tulisan Al Qur'an pun terputus.
Meskipun permusuhan ini secara lahiriah menandai adanya peperangan antara tradisi dan modernitas, dan para pemikir ini mengklaim bahwa mereka berusaha untuk mengantarkan masyarakat pada kafilah peradaban manusia, namun sejatinya mereka hanyalah alat yang dimanfaatkan oleh musuh dalam pertarungan ini; pertarungan yang esensinya adalah permusuhan peradaban dan budaya yang bertujuan untuk memutuskan umat Islam dari latarbelakang peradabannya.
Musuh sangat memahami bahwa selama hubungan masyarakat Islam dengan budaya dan peradaban masa lalu mereka terbangun dengan baik, maka hal itu berpotensi mendatangkan bahaya dan sewaktu-waktu dapat menggerakkan perlawanan dan resisitensi masyarakat terhadap serangan bangsa asing. Musuh mengetahui bahwa budaya ini memiliki benteng yang kokoh yang mampu memberikan pertahanan dan daya tahan khusus di hadapan serangan membabi-buta mereka, dan benteng yang dimaksud adalah akidah (keyakinan). Oleh karena itu, mereka berusaha semaksimal mungkin untuk membuat dan merancang strategi yang kiranya dapat melemahkan faktor-faktor, yang, membuat umat Islam terikat dengan keyakinan dan kepercayaan keagamaan mereka.
Berkaitan dengan hal ini, ada suatu fenomena menarik yang kiranya dapat menjadi bahan renungan kita bersama, yaitu pada tahun 1920 M dan selanjutnya di daerah yang paling strategis di beberapa kawasan dunia Islam yang notabene berbeda secara bahasa, geografi dan mazhab, namun uniknya para pemimpin di pelbagai kawasan ini secara serempak menyatakan perang dan protes keras terhadap pelbagai symbol dan identitas keagamaan dan budaya masyarakat mereka sendiri. ‘Di Turki, pasca tumbangnya Pemerintahan Usmani, Musthafa Kamal Atatruk mengambil tampuk kepemimpinan pada tahun 1923 M, di Iran dikuasai oleh Reza Pahlavi pada tahun 1925 M dan di Afganistan kursi kekuasaan diduduki oleh Amanullah Khan pada tahun 1919 M.
Yang menarik, di tiga kawasan strategis Islam tersebut semua penguasanya melakukan gerakan yang nyaris sama dimana mereka semua berusaha merusak budaya lokal dan mengajak masyarakat untuk mengikuti gaya hidup ala Barat serta memerangi dengan serius segala bentuk fenomena keagamaan, seperti jilbab, masjid, shalat, para alim ulama, tulisan Arab, dan pelbagai fenomena religius dan budaya masyarakat lainnya.
Tak syak lagi, fenomena ini bukanlah suatu kebetulan semata dan juga tidak apat dikatakan bahwa mereka sebenarnya berusaha untuk memerangi kemunduran dan berpikir untuk kemajuan bangsa mereka. Para pemimpin boneka ini dengan sadar sedang memainkan scenario penjajah di negara-negara yang mereka ditugaskan di situ. Oleh karena itu, di era tersebut para penguasa inilah yang menandatangani kontrak/perjanjian politik dan militer yang paling merugikan.
Di seluruh negara dan kawasan Islam lainnya juga terjadi keadaan yang serupa. Termasuk program dan agenda yang diterapkan dengan serius dan sistematis di era ini di pelbagai negeri Islam lainnya adalah mensosialisasikan pelbagai pemikiran dan "isme" yang diimpor dari Timur dan Barat dan menyebarkan paham nasionalisme serta menghidupkan kembali pelbagai adat istiadat dan tradisi kaum Jahiliya dengan asumsi bahwa hal tersebut merupakan latarbelakang nasional.
Kendatipun pelbagai konspirasi ini mendapat perlawanan kuat dan reaksi keras serta efektif para ulama Islam, khususnya ulama Syiah di Iraq dan Iran, namun lemahnya sarana dan alat dakwah dibandingkan dengan sarana yang digunakan pihak musuh dan usaha biadab dan tak manusiawi pihak penguasa dalam mengkikis peran ulama dan menghentikan gerakan-gerakan Islam, menyebabkan budaya impor ini berhasil melakukan penetrasi secara mendalam di banyak dari masyarakat Islam.
Sebagai contoh, di zaman inilah, Jamal Abdu Nasir di Mesir dan kalangan intelektual dan para pembaharu, seperti Sayid Qutub dan Hasan al Banna dibunuh dan gugur sebagai syahid. Bahkan gerakan dan ormas "Ikhwanu Muslimin" pun dibubarkan dan berusaha dihancurkan. Di saat yang sama dan seolah sebagai alternatifnya, dikibarkanlah bendera "Nasionalisme Arab" sebagai satu ideologi. Hal ini menandai bahwa perang budaya yang disertai dengan penghancuran pelbagai gerakan Islam telah ditabuh di Mesir.
Di banyak negara Arab faham nasionalisme berkolaborasi dengan sosialisme. Kolaborasi ini begitu penting karena meskipun nasionalisme Arab mempunyai daya tarik kebangsaan, namun ia sendiri tidak cukup untuk mengisi kekosongan pada program dan pedoman kehidupan. Karena itu, sosialisme disosialisasikan sebagai system politik-sosial yang berdampingan dengan nasionalisme Arab.
Dan dengan penggabungan ini, setelah mensosialisasikan penon-aktifan agama dari panggung social, mereka berusaha untuk mengisi kekosongan ideologi. Di zaman itu, ideologi Sosialisme-Marxsisme yang berseberangan dengan sistem Kapitalisme yang menjadi penguasa dunia tampil sebagai sistem politik revolusioner baru yang memiliki daya tarik tersendiri di kalangan anak-anak muda dan para mahasiswa. Karena alasan ini, di banyak negara Arab, nasionalisme Arab yang memiliki karakter sosialisme berhasil mengait pengikut dan simpatisan,khususnya di kalangan cendekiawan dan generasi muda. Di Iraq, kelompok Komunis—karena dukungan dan lampu hijau dari pemerintah—secara terang-terangan bergabung dengan Materialisme-Marxsisme yang dasar pemikirannya berhaluan pada pengingkaran terhadap metafisik dan Pencipta alam. Dengan kata lain, mereka mengajak masyarakat kepada kekufuran dan ketidakberimanan kepada Tuhan. Masalah ini memunculkan kecaman dan protes keras kalangan agamis, sehingga Ayatullah al-‘Udzma Sayid Muhammad Hakim mengeluarkan fatwa bersejarah yang berlebel “Komunisme adalah kafir dan tak kenal Tuhan” . Fatwa ini berhasil menghentikan kesesatan tersebut. Sebab, dengan keluarnya fatwa ini masyarakat termotivasi untuk melakukan kebangkitan kolektif dimana mereka menyerang pusat kelompok sesat ini, sehingga membuat pemerintah mengubah sikapnya dan menarik dukungannya terhadap gerakan Komunis ini.
Oleh karena itu, dengan mudah dapat dikatakan bahwa tujuan dan agenda musuh di era ini dan di masa sebelum dimulainya kebangkitan Islam secara utama terpusat dan terfokus pada usaha menyingkirkan peran agama dan menumbuhkan pemikiran Materialisme.
Keimanan yang kuat dan kokoh masyarakat terhadap Islam dan pelbagai ajaran abadi Al Qur'an menjadi penghalang melemahnya keterikatan mereka pada Islam, meskipun serangan musuh di era ini bak ombak besar yang menerjang masyarakat Islam dari pelbagai arah, dan kendatipun sekolah, dan universitas, koran, majalah, pena-pena bayaran, dukungan para pengusa boneka berhasil menyebarkan budaya impor dan gaya hidup Barat dan pelbagai asesorisnya di tengah masyarakat.
Tetapi, mereka sama sekali tidak mampu mengubah identitas asli Islam masyarakat dan hubungan mereka dengan Islam. Sebagai contoh, di Turki, meskipun setelah jatuhnya Kerajaan Usmani, penguasa boneka Barat berhasil menjalankan pemerintahan sekularis dan menggunakan pendekatan kekerasan dalam rangka menerapkan program "menyingkirkan Islam", seperti mengubah huruf Arab, melarang wanita memakai jilbab, dan bahkan mengubah model pakaian dan menyebarkan Nasionalisme Turki dst… dll. Namun, setelah beberapa decade berlalu; dengan hanya tersedianya kebebasan untuk menampakkan akidah dan terciptanya kondisi untuk mewujudkan keinginan masyarakat, maka hanya satu kelompok politik yang menang, yaitu yang kendaraan politiknya bernamakan Islam.
Berkaitan dengan masalah Palestina juga demikian halnya. Meskipun para pemimpin bayaran dan para tokoh negara Arab yang pro-Barat dalam beberapa tahun yang lalu berusaha melihat masalah Palestina dari kaca mata non-Islam dan memberikan warna Nasionalisme Arab padanya, namun sekarang kita menyaksikan di Palestina bahwa gerakan politik dan ormas yang berhasil menarik mayoritas suara rakyat adalah gerakan politik dan ormas yang memperkenalkan dirinya dengan syiar jihad.
2. Era Kebangkitan Islam:
Kebangkitan Islam adalah nama dari suatu tahapan dimana kaum Muslimin—setelah berabad-abad terlelap dalam tidur dan kelalaiannya—mengharapkan hegemoni Islam di tengah masyarakat mereka. Era ini identik dengan kembalinya orang-orang Islam pada peradaban terdahulunya dengan tujuan menghidupkannya kembali. Tahapan ini bisa disebut era percaya diri dan penolakan terhadap semua solusi politik-sosial yang diimpor dari Timur dan Barat, dan kembali pada kekuasaan politik Islam. Keberhasilan kebangkitan Islam ini yang mampu mengubah secara luas wajah dunia dimotori oleh para reformis, pembaharu, gerakan-gerakan Islam, pusat-pusat pencerahan yang dipimpin oleh para ulama dan hauzah (sentral-sentral pendidikan tradisional agama) di Irak dan Iran.
Tak diragukan lagi, terdapat banyak faktor yang melatarbelakangi perubahan ini, dan kami akan mengisyaratkan sebagiannya di bawah ini: 1.
Telah tampak dengan jelas ketidakberdayaan semua pemikiran dan "isme" yang diimpor dari Timur dan Barat.
2.
Telah terbongkar kedok para penguasa boneka dan para pengklaim gerakan modernisme sebagai antek-antek penjajah dan masyarakat sudah tidak percaya lagi terhadap kinerja mereka pada sejarah kontemporer.
3.
Tindakan zalim para penguasa boneka yang sangat keterlaluan dan mereka dengan sengaja mengunakan aset dan kekayaan nasional untuk kepentingan penjajah.
Dengan kemenangan Revolusi Islam Iran, seolah ruh dan nyawa baru ditiupkan pada kebangkitan ini. Revolusi Islam Iran menjadi contoh bagi pelbagai gerakan kebebasan untuk semua orang-orang tertindas didunia. Revolusi Islam Iran dengan kepemimpinan Imam Khomaini adalah bak ledakan cahaya di tengah dunia gelap yang melanda orang-orang tertindas.
Musuh awalnya berada dalam kebingungan di hadapan ombak dan perubahan besar ini dan mereka berada dalam ketakutan yang luar biasa. Dan akhirnya, mereka pelan-pelan mulai memikirkan bagaimana menemukan cara dan strategi untuk menghadapi gelombang ombak ini.
Pertama, mereka memaksakan perang melalui partai Ba’ts, Iraq yang dipimpim oleh Saddam Husein Takriti. Kekuatan Adi Daya mendukung Saddam secara penuh (media, logistic, alat militer) untuk menghancurkan Revolusi Islam yang baru berlangsung di Iran. Dengan hancurnya Iran yang jelas-jelas mengangkat bendera Islam maka harapan rakyat terhadap pemerintahan dan kemuliaan Islam di dunia akan sirna. Di samping perang yang dipaksakan, Saddam juga menyiapkan pelbagai ambisi pribadi jahatnya, namun gelombang ombak ini bukan hanya tidak berhenti, tapi justru semakin tumbuh subur dan akarnya semakin kuat. Gaung kebangkitan Islam di Iran justru—hari demi hari—semakin menyebar kemana-mana dan gerakan Islam di Iran semakin matang dan mantap dalam menghadapi pelbagai konspirasi musuh eksternal dan internal.
Sampai sekarang tekad dan perlawanan yang tumbuh dari kekuatan iman masyarakat Muslim Iran menjadi faktor utama yang mampu menjaga cita-cita Imam Khomeini dan pemerintahan Islam dan juga menjadi kunci keberhasilan dalam menghadapi pelbagai konspirasi yang disusun sejak awal Revolusi Islam Iran.
Hari demi hari dunia Islam terus menghadapi pelbagai konspirasi yang dilancarkan para musuh untuk menghambat laju kebangkitan Islam. Konspirasi ini bukan hanya tidak berhenti, bahkan hari demi hari lebih dalam, lebih luas dan lebih sulit.
Untuk generasi yang hidup di era kebangkitan Islam dan Revolusi Islam, sangat penting bagi mereka untuk mengetahui problematika kontemporer dunia Islam dan tujuan buruk segi tiga kejahatan, yaitu kekuatan kekufuran, Zionisme, dan kaum Salibisme internasional. Di samping pengetahuan ini, memahami potensi dan kekuatan perlawanan serta unsur kemenangan di hadapan musuh-musuh bersama akan menjamin basirah (ketajaman mata hati) dan membuat kita yang berada di barisan kebenaran mengenal bagaimana caranya menghadapi front kebatilan dalam peperangan panjang yang sangat menentukan ini.
Esensi Problematika di Era KebangkitanBarat dalam analisa dan penelitiannya mengetahui dengan baik bahwa pesan yang selalu menjadikan masyarakat Muslim tetap tegar bak tembok kokoh di hadapan para tiran telah hidup untuk kedua kalinya di hati dan jiwa masyarakat. Bangsa-bangsa Muslim, setelah cukup lama setelah beberapa abad terlelap dalam kelalaian, kini telah kembali pada identitas peradabannya. Pesan yang dimaksud Barat adalah pesan yang pernah disampaikan di masa lalu, tepatnya di zaman turunnya Al Qur'an. Pesan tauhid inilah yang mampu menyatukan masyarakat di hadapan para tiran zaman itu, dan ia juga mampu berhasil membangun revolusi budaya tersukses sepanjang sejarah manusia dan ia dapat membidani lahirnya peradaban yang abadi dan cemerlang dalam sejarah.
Mereka telah merasakan pengalaman pahit di masa lalu yang tak seberapa jauh, yaitu pasca jatuhnya Kerajaan Usmani dimana mereka berpikir bahwa seluruh kekuatan Islam telah habis dan gulung tikar. Dan mereka pun merasakan dahsatnya pengaruh pesan tauhid ini saat serangan Napoleon ke Mesir dan kalahnya kekuatan militernya; saat kemenangan rakyat Irak dan diusirnya kekuatan penjajah Inggris tahun 1920 M; saat gagalnya rencana jahat penjajah Inggris di Iran dalam peristiwa pengharaman tembakau; saat pendirian pemerintah Islam di benua India dengan nama Pakistan; saat terbentuknya gerakan rakyat di Afganistan dan terusirnya tentara Soviet; dan akhirnya saat terbentuknya gerakan jihad di Palestina. Alhasil, musuh telah membuktikan dan melihat sendiri keampuhan pesan ini dalam rentetan kemenangan pelbagai kelompok kecil Islam yang bersenjatakan tidak secanggih musuhnya.
Oleh karena itu, musuh melihat bahwa dirinya berada di depan hidupnya kembali suatu pemikiran yang tak dapat dibendung dengan aksi militer ini, dan juga berada di hadapan pelbagai bangsa yang menginginkan dipraktekkannya dominasi Islam dalam kehidupan social mereka.
Melihat realita tersebut, musuh menyusun strategi baru guna menghadapi fenomena ini, meskipun dalam dua era sebelum dan setelah masa kebangkitan Islam kekuatan Adi Daya menggunakan pendekatan perang budaya. Namun pada masa kebangkitan Islam dan kalahnya rencana penghapusan agama, penyebaran faham Liberalisme, yaitu program pemisahan agama dari kehidupan di-setting untuk menjadi alternatifnya. Sebab, Liberalisme di-make up sebagai kebebasan mutlak dan demokrasi yang di satu sisi mengakui keberadaan agama dan keimanan kepada Tuhan sebatas keyakinan dan adab-adab beribadah, namun di sisi lain ia menegaskan supaya manusia membebaskan diri dari segala ikatan Ilahi dan religius dalam masalah-masalah social dan kehidupan.
Dengan demikian, pada era pertama musuh berusaha memisahkan kaum Muslimin dari keyakinan terhadap Tuhan dan metafisik, sedangkan pada era kedua meskipun pihak Barat mengakui keberadaan metafisik, namun mereka berupaya memisahkan agama dari pentas kehidupan, yakni menentang dan melawan Islam sebagai system politik dan social
Karena alasan inilah, Barat mulai melakukan peperangan yang keras terhadap pemikiran Islam yang berbau politik. Sebab, bila pelbagai bangsa di dunia mengenal pesan kebebasan Islam; dan jika saja penetrasi ajaran-ajaran Islam yang sangat inspiratif dibiarkan begitu saja maka ini sama dengan bunuh diri bagi mereka dan sudah barang tentu akan menjadi ancaman serius bagi kemapanan imperialisme. Jadi, pesan kebangkitan ini membuat musuh terancam justru di dalam rumahnya sendiri. Dan berbeda dengan masa sebelumnya dimana musuh selalu meng-obok-obok Islam di tubuh internal masyarakat Muslim, namun kali ini pesan Islam mampu menembus batas kekuasaan musuh dan memaksanya bertahan di dalam daerah kekuasaan dan pusat kekuatannya.
Adapun strategi yang disusun Barat untuk menghadapi dunia Islam pada era kebangkitan Islam adalah: 1.
Mengkikis peran Islam dari percaturan masyarakat dunia.
2.
Menghapus peran Islam di antara masyarakat Islami sendiri.
3.
Melucuti infrastruktur dan potensi yang dimiliki negara-negara Islam.
Sekarang, kami akan menjabarkan ketiga strategi tersebut di bawah ini:a. Mengkikis peran Islam dari percaturan masyarakat dunia
1.
Meragukan keberadaan Islam sebagai agama samawi.
2.
Meragukan keotentikan Al Qur'an.
3.
Mendistorsi sejarah dan kehidupan Nabi Muhammad saw yang jelas-jelas diakui kebenarannya oleh seluruh umat Islam.
4.
Memberikan gambaran yang tidak benar berkenaan dengan ajaran Islam dan Al Qur'an, dan mengenalkannya sebagai sumber kekerasan.
5.
Mewujudkan kebencian dan ketegangan di antara kaum Muslimin dan para pengikut agama lainnya, khususnya umat Kristen.
6.
Mengadakan pelbagai seminar ilmiah dan mendirikan pusat penelitian untuk mengenal Islam dengan tujuan untuk mempelajari kelemahan dan kekurangan agama Islam.
b. Menghapus peran Islam di antara masyarakat Islam sendiri dan menyebarkan
pemikiran Liberalisme 1.
Menolak kemampuan Islam dalam mengatur kehidupan manusia kontemporer.
2.
Kontradiksi antara hukum social Islam dan modernitas.
3.
Meragukan kembali hal-hal yang sudah pasti dan disepakati dalam Islam, seperti jilbab, hukum waris, hukum peradilan Islam, dan menganggap hokum-hukum tersebut hanya berlaku dan cocok pada masa tertentu.
4.
Melawan otoritas para ulama.
5.
Menolak ijtihad dan taklid dan tidak setuju kepada keharusan spesialisasi dalam hukum Islam.
6.
Menyebarkan penghalalan apa saja dengan
dalih kebebasan.
1.
Menanamkan keraguan pada keyakinan beragama para pemuda berkaitan dengan masalah dasar-dasar epistimologi Islam.
2.
Mensosialisasikan pemahaman yang dimpor dari pusat akademi Barat dan menerapkannya pada prinsip-prinsip epistimologi Islam, seperti; pluralisme agama, hermeneutic, menolak kebenaran makna lahiriah Al Qur'an dan hadis dan pembahasan-pembahasan yang serupa dengan ini.
3.
Memerangi prinsip dan nilai akhlak yang mendominasi masyarakat Islam dengan memanfaatkan konvensi internasional dengan judul hak-hak asasi manusia, hak-hak perempuan, kebebasan dan lain-lain dan kemudian memaksa negara-negara Islam untuk menjalankan keputusan ini.
c. Melucuti infrastruktur dan potensi yang dimiliki negara-negara Islam 1.
Menyalakan konflik antar pelbagai kaum dan mazhab di dalam negara-negara Islam.
2.
Mendalangi terjadinya krisis dan ketegangan politik di negara-negara Islam melalui antek-antek bayaran mereka.
3.
Mengembangbiakkan teroris dan mewujudkan instabilitas di tengah masyarakat Islam.
4.
Memecah belah di antara negara-negara Islam untuk mencegah persatuan dan keharmonisan hubungan sesama mereka dan menghalangi kemungkinan tercapainya satu kata atau satu sikap di pelbagai lembaga dan organisasi internasional.
1.
Menghancurkan pondasi perekonomian negara-negara Islam dan menghabiskan kekayaan alam anegerah Ilahi pelbagai negara ini dengan tujuan menahan potensi pertumbuhan masyarakat Islam.
Strategi ini menggunakan beberapa kiat di bawah ini:- Menciptakan musuh imajiner dengan maksud memaksa suatu negara untuk membeli senjata dangan modal besar.
- Membuat pelbagai negara sibuk dengan masalah-masalah dalam negeri dan menjadikan mereka terpaksa menaggung biaya yang sangat besar untuk mengontrol keadaan dalam negerinya.
- Memunculkan krisis dengan tujuan untuk menahan laju perkembangan ekonomi.
1.
Melemahkan rasa percaya diri bangsa-bangsa Islam dan menanamkan rasa putus asa di antara mereka dengan tujuan menghilangkan spirit perlawanan dan rasa percaya diri. Dan mematikan segala usaha di bidang independensi unsur bersama pada seluruh tema yang telah kami paparkan di atas, politik, dan mendesain pelbagai problema dan fitnah ini dalam kemasan perang budaya dan peradaban. Sebab, sebagaimana yang telah kami singgung bahwa fenomena kebangkitan Islam tidak akan pernah dicegah oleh musuh melalui pendekatan dan aksi militer.
Referensi:1-Bihar al-Anwar, juz 39, hal. 56.
sumber:
http://www.taghrib.ir/indonesia/index.php?option=com_content&view=article&id=161:problema-kontemporer-dunia-islam&catid=35:1388-06-21-07-28-12&Itemid=54