Selama ini kita diajari bahwa Nabi Saw pernah ditegur oleh Allah SWT perihal bermuka masamnya beliau ketika di datangi seorang buta bernama Abdullah Ibn Maktum ketika sedang berdakwah kepada para petinggi bani umayyah.
Namun dalam surat Abasa itu sendiri pada ayat 1 tidak dijelaskan atau tidak disebutkan siapa pelakunya. Dalam terjemahan bahasa indonesia sendiri seperti ini :
Dia (Muhammad) bermuka masam dan berpaling = perhatikan tanda dalam kurung merupakan terjemahan tambahan bukan terjemahan sebenarnya.
Jika kita simak ayat 1 dalam bahasa arabnya adalah ‘abasa wata walla, perhatikan bahwa tidak ada kata Muhammad Saw, yang seharusnya terjemahan sebenarnya adalah seperti ini :
Dia bermuka masam dan berpaling.
Jika kita perhatikan kata “Dia” sungguh tidak logis jika Allah menegur Nabi secara langsung menggunakan kata “Dia”, seharusnya menggunakan kata “Kamu” karena Allah menegur beliau secara langsung. Dan seharusnya jika Nabi yg ditegur secara langsung maka ayat tersebut harusnya berbunyi :
Kamu bermuka masam dan berpaling
Dan bukannya
Dia bermuka masam dan berpaling.
Sampai disini bisa di ikuti?
Jadi dapat diambil kesimpulan bahwa Allah bukanlah menegur Nabi bermuka masam, tapi memberitahu Nabi bahwa salah satu dari petinggi bani umayyah tsb bermuka masam dan berpaling karena kehadiran seorang yang buta bernama Abdullah Ibn Maktum.
Pada ayat 2-4 surat Abasa :
2.karena telah datang seorang buta kepadanya
3.Tahukah kamu barangkali ia ingin membersihkan dirinya
4.atau dia (ingin) mendapatkan pengajaran, lalu pengajaran itu memberi manfaat kepadanya?
Ayat 2 menjelaskan penyebab bermuka masamnya petinggi umayyah tsb, sedangkan pada ayat ke 3-4 Allah memberitahu Nabi dgn kata ”Kamu” bahwa si buta tsb hendak mendapatkan pencerahan dari sang Nabi.
5.Adapun orang yang merasa dirinya serba cukup
6.maka kamu melayaninya
7.Padahal tidak ada (celaan) atasmu kalau dia tidak membersihkan diri (beriman).
8.Dan adapun orang yang datang kepadamu dengan bersegera (untuk mendapatkan pengajaran),
9.sedang ia takut kepada (Allah),
10.maka kamu mengabaikannya
11.Sekali-kali jangan (demikian)! Sesungguhnya ajaran-ajaran Tuhan itu adalah suatu peringatan,
Pada ayat ke 5 dan 6 Allah memberitahu ke Nabi bahwa lebih baik mengajari orang yg miskin dan hina tapi mau mendengar dan menerima risalah Nabi dari pada mengajarkan kalimat Allah thd orang-orang kaya (petinggi bani umayyah) namun tidak mau mendengarkan risalah yang Nabi bawakan.
Pada ayat 7 – 11 harusnya bisa lebih mudah dipahami, bahwa Allah memberitahu Nabi tidak usah bersusah payah meneruskan dakwah kepada petinggi umayyah tsb, lebih baik layani si orang buta tersebut, walau nantinya dakwah Nabi thd petinggi bani umayyah gagal jika lebih memilih menjawab pertanyaan ibn maktum tetap Nabi tidak akan mendapat celaan dari Allah, justru akan mendapatkan pujian dari Allah.
Sebagaimana kita tahu menurut Aisyah ra bahwa Nabi itu adalah Alquran yang berjalan, salah satu sifat Nabi adalah maksum (bebas dari dosa) sebab selalu didampingi oleh Allah dlm setiap tindakan dan ucapannya, dan setiap yg diucapkan Nabi adalah wahyu bukan berdasarkan nafsunya.
Logisnya jika nabi maksum dan jika Nabi merupakan al quran berjalan, lalu mengapa Nabi bermuka masam? Bukankah itu kontradiktif dan tidak masuk akal. Bagaimana mungkin Allah mengutus seorang manusia yang mampu berbuat dosa untuk membimbing manusia? Bagaimana mungkin si Nabi menyuruh orang berbuat baik tetapi thd orang lain Nabi pun berbuat buruk? Astaghfirullah.
Dapat diambil kesimpulan bahwa bukanlah Nabi yang bermuka masam, namun salah satu dari petinggi bani umayyah yang hadir pada saat itulah yg bermuka masam, sebab Allah menegaskan dalam firmannya :
Dia bermuka masam dan berpaling
Dan bukannya :
Kamu bermuka masam dan berpaling
Dalam berbagai analisa dinyatakan bahwa tindakan para ulama mengorbankan Nabi sbg yang bermuka masam tiada lain adalah untuk menyelamatkan muka petinggi bani umayyah tsb yang sempat menjadi khalifah sepeninggal Nabi Saw adalah rekayasa dari kekhalifahan umayyah semata untuk menyelamatkan nama baik suku mereka dgn menjelekkan Nabi Saw.
Sayangnya mayoritas umat Islam banyak yang termakan tipuan tsb, sudah saatnya kita sadar dan berpikir dgn logika, apakah Nabi seorang yg berdosa ataukah seorang yg maksum?. Jika Nabi seorang yg berdosa, lalu sia-sia dong tindakan Allah membelah dada Nabi untuk membersihkan dari segala kekotoran jiwanya ketika isra miraj. Berarti Allah pun gagal dalam membersihkan sifat-sifat kotornya Nabi dong? Bukankah Allah membersihan Nabi sebersih2nya dgn membelah dadanya sebagai persiapan dalam berdakwah agar dapat dijadikan usuwah yang baik bagi umatnya? Sudah saatnya kita berpikir dan bertobat atas fitnah terbesar ini.